Austin-Sparks.net

Lima Prinsip Untuk Menafsirkan Kitab Suci

oleh T. Austin-Sparks

Kutipan dari Bab 1 dari “Tujuan Gigih Allah,” yang pada awalnya diterbitkan oleh "Testimony Book Ministries", 1957. Judul asli: "The Persistent Purpose of God - Chapter 1". (Diterjemahkan oleh Silvia Arifin)

Saya ingin berbicara sekarang tentang beberapa prinsip-prinsip ketika menafsirkan Kitab Suci. Ini adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk dapat mengetahui bagaimana Kitab Suci seharusnya ditafsirkan, dan hal ini akan terutama terlihat pada apa yang harus kita pertimbangkan nanti. Kecuali kita mengerti prinsip-prinsip penafsiran Kitab Suci, Kitab Suci bukanlah sebuah buku yang terbuka; kita mungkin tahu apa yang ada di dalam Kitab sebagai sebuah buku, tetapi kita tidak mengerti Kitab Suci sampai kita memiliki prinsip-prinsip penafsiran. Jadi saya meminta saudara untuk mencoba dan mengingat apa yang akan saya katakan sekarang dan menerapkan-nya pada pelajaran-pelajaran kita nanti. Kami akan mempertimbangkan lima prinsip penting dalam penafsiran Kitab Suci:

1. Kekekalan Allah;
2. Kelengkapan Kristus;
3. Penafsir Kitab Suci adalah Roh Kudus;
4. Sebutan Terakhir;
5. Satu-satunya Nilai yang Nyata adalah yang Spiritual.

(1.) Kekekalan Allah

Prinsip pertama dalam penafsiran Kitab Suci adalah kekekalan Allah. Kita harus selalu ingat bahwa seluruh waktu adalah hadir waktu dengan Allah. Tidak ada masa lalu dan masa depan dengan Allah: semua yang adalah masa lalu dan masa depan dengan kita telah hadir selalu dengan Allah. Pada setiap saat dalam apa yang adalah waktu bagi kita, kekekalan hadir dengan Allah.

Sang arsitek selalu memiliki rencana-nya yang telah selesai dihadapan-nya. Jika dia adalah desainer kapal, dia memiliki model contoh kapal itu sebelum melakukan tindakan apapun. Dia melihat dalam model contoh itu obyek-nya yang telah selesai, yaitu, bagaimana kapal itu akan terlihat ketika selesai dibangun. Jika ini adalah sebuah bangunan besar, atau bahkan sebuah kota, semuanya sama. Sang arsitek menggambarkan apa yang kita sebut sebuah model skala, dan ia melihat dalam model itu persis seperti bagaimana bangunan, atau kota, akan terjadi ketika selesai. Para pembangun bekerja hari demi hari menuruti rencana yang telah selesai itu. Mereka yang hanya melihat bagian-bagian-nya tidak dapat mengerti, dan tidak bisa mengambil bagian-bagian itu sebagai suatu keseluruhan. Terkadang ketika saudara melihat bagian dari suatu bangunan, saudara sebagaimanapun tidak dapat memahami seperti apa bangunan itu akan menjadi. Hanya saat saudara melihat keseluruhannya selesai, barulah saudara dapat memahami bagian-bagian-nya.

Sekarang, Kitab Suci penuh dengan bagian-bagian, tetapi mereka semua adalah bagian dari sesuatu yang Allah lihat dalam penyelesaian-nya. Allah adalah Arsitek Agung, Dia memiliki rencana-Nya yang genap dan sempurna di hadapan-Nya sebelum Ia memulai pekerjaan apapun. Kekekalan Allah ada di setiap bagian. Jadi kita harus menyadari bahwa Allah memiliki Pikiran penuh-Nya dibalik segala sesuatu yang Ia lakukan! NIAT PENUH ALLAH MENGATUR SEGALA TINDAKKAN-NYA! Saudara harus menyadari bahwa Pikiran Allah tidak pernah tumbuh – Allah sendiri tidak mampu berkembang.

Bentuk sementara segala sesuatu mengandung pikiran kekal dan penuh Allah. Saudara harus menyadari bahwa di dalam apa pun yang ada di Kitab Suci selalu ada DUA MAKNA. Ada makna hadir waktu, yaitu, bagaimana hal itu berlaku untuk situasi saat ini; tetapi ada juga makna masa depan. Segala sesuatu di dalam Kitab Suci, sementara mereka memiliki aplikasi untuk saat ini, mereka memiliki makna yang lebih lengkap di masa depan. Ini adalah hukum pertama penafsiran: yang adalah kekekalan Allah.

(2.) Kelengkapan Kristus

Hukum kedua penafsiran adalah kelengkapan Kristus. Kristus adalah penafsiran dari seluruh Kitab Suci, untuk mengenal Kristus adalah untuk memahami Kitab Suci. Pria seperti Petrus dan Paulus mengetahui Kitab Suci, tetapi mereka tidak memahaminya sampai mereka mengenal Tuhan Yesus. Pertama, kita mengenal Tuhan Yesus, lalu kita mengambil Dia kembali ke dalam Kitab Suci, dan Dia adalah penafsiran Kitab Suci. Oleh karena itu, kita tidak bisa sungguh-sungguh memahami Kitab Suci sampai kita mengenal Tuhan Yesus. Hal ini mengakibatkan begini – bahwa Kitab Suci sesungguhnya adalah seorang Pribadi, dan bukan sebuah buku. Kitab Suci adalah seorang Pribadi yang Hidup, dan bukan sebuah surat mati. Karena Pribadi ini tak habis-habisnya, Dia membuat Kitab Suci tak kunjung habis.

Sekarang, ini adalah prinsip yang lebih penting daripada apa yang mungkin saudara sadari. Hal ini memungkinkan bagi kita untuk menghabiskan Kitab Suci sebagai sebuah buku. Kami telah mengenal pengajar-pengajar besar Kitab Suci yang telah mengajarkan Kitab Suci berulang-ulang, tetapi pada akhir hidup mereka, mereka mengalami kesulitan menemukan sesuatu yang segar; dan mereka hanya mengulangi lagi dan lagi hal-hal yang telah mereka katakan di masa lalu. Alasan untuk ini adalah bahwa mereka berurusan dengan Kitab Suci sebagai sebuah buku. Hal ini tidak akan pernah terjadi jika saudara mengenal Tuhan Yesus dan melihat Kitab Suci di dalam Dia, dan Dia di dalam Kitab Suci. Saya ulangi bahwa Tuhan Yesus tidak pernah habis. Semakin Roh Kudus mengungkapkan Tuhan Yesus kepada kita, Kitab Suci akan selalu menjadi semakin hidup. Jadi, kita dapatkan dua prinsip pertama untuk penafsiran: (1) Kekekalan Allah dan (2) Kelengkapan Kristus.

(3.) Penafsir Kitab Suci adalah Roh Kudus

Sekarang kita tiba di nomor ketiga: penafsir Kitab Suci adalah Roh Kudus. Saya telah katakan bahwa Yesus adalah penafsiran Kitab Suci. Saya katakan sekarang bahwa Roh Kudus adalah PENAFSIR Kitab Suci. Kita mengenal kata-kata dalam Surat kepada jemaat di Korintus, tetapi marilah kita amati mereka lagi sekarang. Surat pertama kepada jemaat di Korintus, pasal dua dan ayat ketiga belas: “Dan karena kami menggabungkan pengalaman spiritual dengan kata-kata rohani, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh.”

Sekarang, saya tidak tahu apakah saudara memiliki referensi marjinal dalam Kitab Suci saudara tetapi terjemahan yang lebih tepat dari kata-kata ini adalah: “menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh.” Mari kita membaca seluruh bagian ini lagi dengan cara ini:

Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh.

Ayat itu adalah pernyataan yang sangat penting, dan ayat itu sudah pasti menegaskan prinsip yang sekarang sedang kita bahas – penafsir Kitab Suci adalah Roh Kudus. Maka itu, yang pertama adalah bahwa Kitab Suci adalah Kitab Roh Kudus. Kitab Suci bukanlah yang pertama adalah Kitab manusia, Kitab Suci bukan Kitab kita, kita tidak mempunyai Kitab. Kita memiliki tulisan-tulisan tertentu yang disebut Kitab Suci, tetapi sebenarnya, kita tidak memiliki Kitab itu.

Saudara ingat kasus di Kisah Para Rasul tentang seorang sida-sida Etiopia. Ketika Filipus mendekat ke keretanya, ia mendengar pembacaan orang Etiopia itu. Dia sedang membaca Kitab di Yesaya 53. Kata Filipus: “Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” Jawabnya: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” Di sini terdapatkan seorang manusia yang memiliki Kitab dalam arti tertentu, tetapi dalam arti yang sebenarnya dan yang menguntungkan, ia tidak memiliki Kitab itu. Kita dapat memiliki Kitab sebagai sebuah jilid, namun kita mungkin tidak sesungguhnya memiliki Kitab itu, karena Kitab Suci yang pertama adalah Kitab Roh Kudus. Pikiran manusia dan Pikiran Roh adalah dua hal yang sama sekali berbeda!

Apakah saudara tahu bahwa ada banyak, sungguh banyak orang Kristen yang tidak menyadari hal itu! Ada banyak pengajar Kitab Suci yang tidak menyadari hal itu! Dan ini adalah penyebab sangat banyak kebingungan, dan ini adalah alasan mengapa ada begitu banyak kesempitan dan kelemahan rohani. Saya pikir hal ini mungkin terletak di bagian bawah dari sebagian besar kontroversi. KITAB SUCI ADALAH KITAB TERTUTUP UNTUK SEMUA KECUALI MANUSIA ROHANI. Ini adalah prinsip yang Tuhan Yesus tetapkan di hadapan Nikodemus: Kau harus dilahirkan dari atas sebelum engkau dapat melihat apa yang di atas.

Ukuran pemahaman kita tentang Kitab Suci akan sama sesuai dengan ukuran kehidupan rohani kita. Inilah sebabnya mengapa Tuhan membawa kita melalui berbagai pengalaman demi membawa kita ke pemahaman. Ukuran kematian kita terhadap pikiran alami akan menjadi ukuran pemahaman kita tentang hal-hal Roh. Harap saudara ingat bahwa pada hari-hari yang ada di hadapan kita – sesuatu harus terjadi DI DALAM KITA sebelum kita dapat memahami Kitab Suci. Kita tidak dapat memahami Firman Allah hanya dengan memutuskan bahwa kita akan mengikuti kursus pelatihan, bahwa kita akan memiliki beberapa kelas yang mengajarkan Kitab Suci. Tidak, itu bukanlah cara bagaimana kita datang ke pemahaman Firman Allah. Kita hanya dapat memahaminya menurut ukuran kehidupan rohani kita. Inilah prinsip ketiga dari penafsiran Kitab Suci. Sekarang kita sampai ke yang ke-empat.

(4.) Sebutan Terakhir

Penyebutan terakhir dari setiap hal tertentu dalam Kitab Suci biasanya adalah kunci untuk semua maknanya. Ini adalah sesuatu yang harus kita pikirkan! Kita menemukan hal-hal tertentu yang disebutkan berulang-ulang di dalam Kitab Suci; tetapi ketika kita datang ke kesempatan terakhir di mana hal itu disebutkan, kita biasanya menemukan kunci untuk semua yang telah dikatakan tentang hal itu sebelumnya. Jika saudara mengambil hal tertentu, di mana hal itu disebutkan untuk yang terakhir kalinya, dan kemudian saudara perhatikan pengaturan dan konteks dan hubungan-nya, saudara akan mendapatkan arti sepenuhnya dari semua yang telah dikatakan tentang hal itu sebelumnya.

Sekarang, ini adalah pernyataan yang telah saya buat, dan saudara harus berpikir dan bekerja pada hal ini, tapi saya akan membantu saudara dengan mengambil hanya satu ilustrasi. Dalam bab terakhir dari Kitab Suci, Wahyu dua puluh dua dan ayat dua, kita memiliki referensi terakhir tentang “pohon kehidupan.” Sekarang jika kita langsung kembali ke awal Kitab Suci, kita memiliki “pohon kehidupan” disebutkan, tetapi kita tidak diberitahukan apa-apa tentang hal itu – “pohon kehidupan” hanya disebut sebagai sesuatu yang hadir. Kita tidak memiliki penjelasan, kita tidak diberitahu apa sebenarnya pohon itu, atau apa arti pohon itu; pohon itu hanya disebut sebagai “pohon kehidupan.” Kita harus pergi ke akhir Kitab Suci untuk mendapatkan penjelasannya, dan ketika kita datang ke bab terakhir dari Kitab Suci ini, dengan konteks dan hubungan, kita memiliki penjelasan yang sangat besar.

Mari kita lihat bagian itu. Wahyu 22: “Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan Kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu,” – perhatikan konteksnya, “takhta Allah dan takhta Anak Domba.” Saudara harus membaca seluruh kitab Wahyu untuk memahami hal ini! Ada sejumlah besar pada bab-bab awal kitab ini tentang “takhta Allah dan takhta Anak Domba.” Dan saudara perlu memahami apa takhta Allah itu dan apa arti dari takhta Anak Domba – di tengah-tengah takhta adalah Anak Domba!

Sekarang dalam kaitannya dengan “takhta Allah dan takhta Anak Domba,” ada “sungai air kehidupan … di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa. Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-Nya akan beribadah kepada-Nya.” Ada “pohon kehidupan.” Yang menghasilkan buah kekal. TIDAK ADA TEMPAT UNTUK MAUT DI SINI. Buahnya lahir setiap bulan: ini adalah buah kekal, atau buah tanpa kematian. Daun pohon-pohon ini adalah untuk KESEHATAN bangsa-bangsa. Saya minta maaf bahwa dalam kebanyakan versi kata “penyembuhan” telah salah diterjemahkan. Saya tidak tahu apa kata itu dalam terjemahan saudara, tetapi aslinya bukanlah “untuk menyembuhkan bangsa-bangsa,” tetapi “untuk kesehatan bangsa-bangsa.” Saudara mungkin bertanya, “Apa bedanya?” Nah, yang satu adalah PENGHILANGAN PENYAKIT dan yang lainnya adalah PENCEGAHAN PENYAKIT.

Dalam Wahyu 22, kita telah tiba ke waktu ketika penyakit-penyakit spiritual bangsa-bangsa telah disembuhkan, tetapi kesehatan bangsa-bangsa perlu dipelihara. Ini adalah kondisi yang harus dipertahankan. Dengan demikian, daun dari pohon-pohon bukanlah untuk penyembuhan, mereka adalah untuk pelestarian. Dan oleh karena itu dikatakan: “Maka tidak akan ada lagi laknat.”

Saudara lihat, saudara sudah mendapatkan seluruh sejarah Kitab Suci di dalam kata-kata itu. Saudara sudah mendapatkan semua yang datang pada bangsa-bangsa melalui dosa Adam. Saudara dapatkan yang fana dan kematian – penyakit moral – hasil dari laknat. Semua itu sekarang telah dibersihkan, dan “pohon kehidupan” merupakan KEMENANGAN HIDUP atas semua itu, Hidup Kemenangan dan Hidup Berkelimpahan. Di sini, arti penuh dari “pohon kehidupan” terungkapkan. Dan hal ini demikian dengan semua hal-hal lainnya. Ketika saudara tiba pada penyebutan terakhir, saudara memiliki kunci untuk seluruh subjek itu. Ini adalah satu prinsip penafsiran Kitab Suci.

(5.) Satu-satunya Nilai yang Nyata adalah yang Spiritual

Sekarang saya datang ke prinsip terakhir untuk saat ini, nomor lima: satu-satunya nilai yang nyata adalah yang spiritual. Kita harus ingat akan hal ini ketika kita membaca dan mempelajari Kitab Suci, dan kita harus menjaga ini dalam pikiran kita pada saat ini di mana kita sedang bersama-sama. Kita tidak boleh datang kemari hanya dengan perasaan haus untuk informasi lebih lanjut atau hasrat untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan. Ada orang yang hanya ingin mendapatkan lebih banyak dan lebih banyak lagi pengetahuan dan pendidikan. Sekarang, hal ini merupakan suatu bahaya. Dengan beginilah bagaimana Adam tertangkap. Saudara lihat, Iblis berkata: “Jika kau makan buah pohon ini, kau akan tahu”; pohon itu adalah “pohon pengetahuan.” Dan selalu ada bahaya jika kita memakan pohon itu. Pohon itu hanya dapat membawa kita ke dalam kematian dan bukan ke dalam hidup. Jadi, saya ulangi prinsip penafsiran Kitab Suci ini: satu-satunya nilai yang nyata adalah yang spiritual. Dan nilai spiritual adalah bagaimana sesuatu mempengaruhi kehidupan kita dengan Allah! Saya berharap bahwa Adam menyadari hal itu! Ketika Iblis mencobai dia untuk memakan buah dari “pohon pengetahuan,” kalau saja Adam berkata, “Bagaimana hal ini akan mempengaruhi hidup-ku dengan Allah?” dia, dan kita, akan dapat terselamatkan dari semua masalah.

Jadi, biarkan saya katakan ini lagi, nilai spiritual adalah bagaimana sesuatu mempengaruhi kehidupan kita dengan Allah. Haruskah saya menyajikan hal itu dengan cara lain – nilai spiritual adalah seberapa banyak sesuatu akan meningkatkan ukuran Kristus. Jika Kristus adalah penafsiran Kitab Suci, maka pengetahuan spiritual Kitab Suci akan menghasilkan peningkatan Kristus. Jika hari-hari bersama kita tidak mengakibatkan peningkatan ukuran Kristus, kita telah kehilangan Jalan itu. Jika kita tidak pergi dari sini, sebagai pria dan wanita yang lebih seperti Kristus, dengan ukuran Tuhan Yesus yang lebih besar, kursus pelatihan ini telah gagal. Jadi saya mohon kepada saudara untuk berdoa sepanjang jalan bahwa kali ini kita berkumpul bersama akan berartikan PENINGKATAN SPIRITUAL dan bukan pembesaran intelektual, tetapi PENGETAHUAN SPIRITUAL.

Semuanya harus dapat dihakimi sesuai dengan seberapa banyak dari hal itu yang berdampak pada Tujuan Terakhir Allah. Kita harus bertanya, “Ke mana hal ini membawa kita? Apakah hal ini memimpin kita ke mana-mana? Ke apa hal ini menuntun kita?” Semua pengetahuan spiritual menyebabkan peningkatan Kristus; pengetahuan spiritual berkontribusi pada tujuan akhir Allah. Pertanyaannya selalu adalah “Berapa banyak Kehidupan yang ada di dalamnya?” ini bukanlah masalah kepentingan; ini bukan soal ketertarikan dengan kebenaran Kitab Suci; ini bukan soal untuk membuat kita menjadi orang yang lebih penting, dengan pembesaran tubuh alami kita, tapi ini hanyalah masalah ukuran Kristus. Ini adalah nilai spiritual yang sesungguhnya.


Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.