Austin-Sparks.net

Pembesaran Melalui Konflik

oleh T. Austin-Sparks

Pertama kali diterbitkan di dalam majalah "A Witness and A Testimony" Sept-Okt 1949, Jilid 27-5. Judul asli: "Enlargement Through Conflict". (Diterjemahkan oleh Silvia Arifin)

“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara.” (Efesus 6:10-20).

Saya pikir ini telah diketahui dengan baik oleh saudara bahwa Surat kepada jemaat di Efesus di dalam Perjanjian Baru sesuai dengan Kitab Yosua di dalam Perjanjian Lama. Mengenai Kitab Yosua, Tuhan memberitahu umat-Nya, sebelum mereka pergi ke negeri itu, bahwa Ia telah memberikan negeri itu kepada mereka; bahwa setiap tempat di mana telapak kaki mereka bersandaran telah menjadi milik mereka oleh karunia; bahwa negeri itu sudah menjadi milik mereka, dan musuh-musuh telah ditundukkan. Di dalam Dia, ini sudah merupakan masalah yang selesai. Namun ketika mereka benar-benar datang ke dalam negeri itu, mereka menemukan bahwa mereka harus berjuang untuk setiap inci dari negeri itu. Tidak ada kontradiksi dalam hal itu, sesungguhnya, sebab mereka bertempur dalam sesuatu yang sudah dilakukan oleh Tuhan. Kami telah sering mengatakannya begini – mereka bertempur dalam kemenangan, bukan demi kemenangan. Itu adalah suatu kasus tentang iman yang mengambil kepemilikan bukan iman yang menerima. Sekarang, tentu saja, itu adalah masalah milik pusaka dan pembesaran harta milik mereka; dan mereka tidak datang untuk memiliki bagian apa pun, untuk memperbesar dan menyebarkan diri mereka sendiri atas negeri itu, kecuali dengan memenuhi tantangan di sepanjang jalan dan mengatasi tantangan itu.

Itulah tepatnya posisinya di sini dengan Jemaat di sorga. Sorga di “Efesus” sesuai dengan negeri di dalam Kitab Yosua – yaitu, sorga di dalam Kristus Yesus. Ini adalah Tuhan dalam segala kepenuhan dari hidup dan posisinya yang telah naik, dan kepenuhan itu adalah untuk Jemaat. Ini harus menjadi kepenuhan-Nya, tetapi kepemilikan oleh Jemaat atas segala ukuran Kristus apa pun, kepemilikan setiap bagian kepenuhan dan pembesaran rohani apa pun, muncul di sepanjang garis konflik rohani. Tuhan meninggalkan musuh di negeri itu; bahkan ketika Ia mengatakan bahwa Ia telah memberikannya kepada umat-Nya dan akan menaklukkan musuh-musuh mereka ke bawah mereka, Ia tidak pergi dan mengusir musuh. Ia meninggalkan mereka untuk melakukan itu. Meskipun di Salib, musuh dikalahkan dan segala sesuatu diamankan kepada Jemaat, Tuhan telah meninggalkan musuh agar Jemaat dapat datang, bukan ke posisi kepenuhan mekanis atau teoretis, tetapi ke posisi rohani yang sebenarnya. Musuh, oleh karena itu, adalah alat Tuhan untuk membawa Jemaat kepada tempatnya di sepanjang garis konflik.

Milik pusaka itu, tentu saja, memiliki dua sisi dalam surat ini. Tuhan memiliki bagian di dalam orang-orang kudus; yaitu, umat Tuhan adalah milik pusaka-Nya. Ada sisi lain, di mana milik pusaka orang-orang kudus adalah diri Tuhan sendiri; dan kedua ini dalam realisasinya – Tuhan mendapatkan apa yang Ia telah tetapkan hati-Nya untuk dimiliki, dan kedatangan kita ke dalam apa Tuhan telah memanggil kita – adalah masalah pembesaran rohani hari demi hari dengan cara konflik rohani.

Kebutuhan untuk Kekuatan Roh

Apa artinya ini? Singkatnya, ini adalah masalah kekuatan roh. Ukuran rohani kita adalah masalah seberapa kuatnya kita secara rohani. Oleh karena itu, bagian ini dimulai dengan, “Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan (atau, sejak saat ini, dijadikan kuat di dalam Tuhan), dan di dalam kekuatan kuasa-Nya”; itu adalah ukuran saudara, dan kekuatan rohani diputuskan dalam konflik rohani. Jika kita jatuh dengan mudah di bawah pertentangan dan tekanan, segera menyerah dan menghilang sebab segala sesuatu mulai menjadi sulit, itu hanya menentukan ukuran kekuatan rohani kita, ukuran Kristus kita. Dari satu sudut pandang, saudara harus mengukur Kristus melalui kontak-Nya dengan musuh. Kembalilah kepada kehidupan-Nya di bumi, dan lihat sejauh mana musuh dapat memperoleh keuntungan, untuk menjatuhkan-Nya, dan saudara menemukan bahwa ia tidak mampu sama sekali, pada titik apa pun, dalam keadaan apa pun. Tuhan membuktikan ukuran rohani-Nya melawan seluruh kekuatan oposisi rohani. Iblis dan seluruh kerajaannya dihadapkan dengan satu Manusia – dan satu Manusia itu menang, mengusir penguasa dunia ini, menaklukkan kerajaannya dan mengambil otoritasnya. Ukuran Kristus dilihat sebagai perlawanan dengan musuh; dan ukuran rohani kita ditentukan dalam pertempuran dengan musuh ini. Maka, secara sederhana, ukuran rohani kita adalah masalah kekuatan rohani.

Itulah yang terlihat di sini dalam dua cara ini. Seperti yang ditunjukkan oleh sisa dari bagian ini, ada banyak bentuk di mana musuh datang untuk menerobos, untuk mendapatkan dasar yang menguntungkan. Kita di sini tidak bisa mengejar semua hal yang diwakili oleh seluruh perlengkapan senjata, tetapi masing-masing bagian dari seluruh perlengkapan senjata ini yang disebutkan menunjuk kepada beberapa bentuk serangan musuh. Ketopong menyarankan suatu pukulan di kepala, yaitu, serangan rohani pada pikiran. Seberapa jauh pikiran dapat ditembus oleh serangan? Kita tahu serangan hebat musuh terhadap pikiran kita, untuk menangkap mereka, untuk mendominasi pemikiran kita, akal budi kita. Di lain waktu ia akan membuat serangan hebat terhadap hati kita – perasaan, emosi, kasih sayang, keinginan kita. Baju zirah menyarankan bentuk serangan rohani ini. Di lain waktu, yang vital itu sendiri, pinggang, diserang, seperti yang disarankan oleh ikat pinggang kebenaran. Musuh akan, seperti yang kita katakan, ‘pukul kita di bawah sabuk’ jika ia bisa. Ada saran di sini tentang suatu bentuk serangan rohani di tempat di mana kita akan terluka sepenuhnya jika kita tidak hati-hati, jika kita belum membuat ketentuan. Jadi saudara melalui seluruh perlengkapan senjata pada setiap bagiannya, dan saudara menemukan setiap bagian menandakan beberapa bentuk konflik rohani, titik di mana konfliknya sedang terkonsentrasikan pada waktu tertentu. Hari ini, ini akan berada di satu titik, besok di titik lain. Apakah aku dapat bertemu dengan musuh dalam kekuatan? Bisakah aku menemuinya secara rohani di dalam pikiran? Bisakah aku menemuinya secara rohani di dalam hati, di mana semua perasaan terpusatkan? Itu menentukan apa ukuran rohani-ku. Jadi, untuk memulainya, itu adalah kekuatan dalam pengertian itu, yang merupakan kebutuhan kita.

Kebutuhan Untuk Kecerdasan

Tapi kemudian ini juga adalah masalah kecerdasan. Dua hal yang menandai tingkat rohani adalah kekuatan dan kecerdasan. Saudara menemukan itu di seluruh sepanjang Perjanjian Baru. Ini adalah masalah pemahaman dan juga masalah menjadi kuat. Ada suatu perasaan di mana kita mungkin kuat, tetapi tidak mencapai banyak oleh kekuatan kita sendiri sebab itu tidak disertai dengan kecerdasan. Di sisi lain, kita mungkin memiliki semacam kecerdasan dan tahu semuanya tentang hal-hal, dan namun tidak berdiri menghadapinya. Kedua faktor ini harus berjalan bersamaan. Jadi katanya di sini adalah “tipu muslihat Iblis.” Ini bukan hanya serangan gencarnya dalam kekuatan yang harus diperhitungkan, tetapi juga kelicikannya. Ia tahu di mana ia harus menyerang pada waktu tertentu, dan tepatnya kapan saat terbaik untuk melakukan serangan tertentu; dan sangat sering ia mengerjakan suatu situasi yang sangat sesuai dengan tujuannya. Ia akan membuat kita bergerak sangat banyak dalam pikiran kita, berpikir, merencanakan, bernalar, dan kemudian ia akan membuat pukulan hebat untuk menjatuhkan kita melalui pikiran kita. Kadang-kadang ia bergerak bersama-sama dalam bidang perasaan kita, mengaduknya, membawa situasi yang menyentuh hati kita dengan sangat dalam. Pada saat itu, ini adalah kehidupan emosional yang merupakan titik bahayanya, dan kemudian ia membuat serangan hebat terhadap hal itu. Ia sangat licik, sangat cerdas, sangat tahu.

Untuk mengatasinya, kita perlu memiliki kecerdasan rohani untuk melihat niatnya dan untuk peka terhadap taktiknya. Kecerdasan rohani adalah masalah ukuran rohani. Seberapa sering seseorang telah jatuh di bawah serangan musuh, benar-benar tersingkirkan; dan seorang yang lain datang dan berkata, ‘Apakah kamu tidak melihat ini-dan-itu – bagaimana musuh telah bekerja untuk ini, dan membawa-mu pada akhirnya ke dalam posisi yang telah ia mengolahgerakan?’ Mereka menjawab, ‘Kalau saja aku melihat itu, aku seharusnya tidak menyerah!’ Jika kita memiliki kecerdasan untuk menghadapi tipu muslihat, kita memiliki ukuran rohani. Kebutuhannya tidak hanya untuk menjadi kuat dalam arti menggali tumit kita dan mengepalkan tinju kita, tetapi untuk memiliki kekuatan kecerdasan, seorang manusia yang sangat kuat dapat sepenuhnya dikuasai oleh sedikit kepintaran; terpukul, bukan karena kekuatan-lawan, tetapi oleh tipu muslihat.

Kristus, Pertahanan yang Memadai dalam Setiap Serangan

Paulus sendiri adalah contoh yang luar biasa tentang kekuatan yang dikombinasikan dengan kecerdasan. Pikirkan posisinya ketika ia menulis hal-hal ini sendiri. “Aku adalah utusan yang dipenjarakan” (Efesus 6:20). Sungguh kontradiksi yang luar biasa! Betapa konyolnya! Paulus, dalam rantai itu, dalam penjara-nya, memiliki alasan yang sangat besar untuk menyerah, untuk menjadi lemah, untuk mengambil sikap putus asa; tetapi dalam fakta sebenarnya, ia sangatlah kuat. Ia mungkin juga putus asa dalam mengatasi seluruh situasi yang berhadapan dengannya, tidak hanya secara pribadi, tetapi juga di dalam jemaat-jemaat – ia bisa saja dikalahkan sepenuhnya oleh seluruh kompleks situasinya. Tetapi ia menunjukkan kebijaksanaan yang luar biasa. Perlengkapan senjata ini, ketika Paulus mengambilnya dan memindahkannya ke kehidupan rohani, menunjukkan banyak hikmat di pihaknya. Pikirkan baik-baik, sepotong demi sepotong. Untuk penyerangan terhadap pikiran – ketopong keselamatan. Betapa tepatnya, betapa cocoknya untuk situasi itu! Serangan terhadap hati – apa itu? Apa yang membuat kita jatuh lebih dari apa pun dari musuh? Ini adalah roh tuduhan, kutukan, membawa pulang ke hati kita rasa kejahatan kita sendiri dan ketidaklayakan dan tidak menguntungkannya kita, untuk menyebabkan hati kita tenggelam dalam keputusasaan. Paulus dengan bijaknya berkata, ‘Obat untuk itu adalah dengan berbajuzirahkan kebenaran – tetapi bukan kebenaranmu sendiri. Temui musuh dengan kebenaran Orang Lain; ini adalah satu-satunya cara untuk menghadapi serangan ini.’ Telusuri setiap bagiannya, dan saudara menemukan itu adalah ketentuan yang begitu bijak, begitu pengertian. Di setiap titik, Paulus menunjukkan pemahaman yang luar biasa ini, dan menunjukkan ukurannya: sebab Paulus bisa saja jatuh di bawah hal-hal ini semudah orang lain mana pun jika ia telah mengambil sikap yang lain. Ia bisa saja berargumen, ‘Semua jemaat ini telah berpaling daripada-ku, semua saudara-saudara ini telah meninggalkan aku; di sini aku berada di dalam penjara, tertutup: Tuhan pastinya memiliki sesuatu terhadap-ku, pastinya ada sesuatu yang sangat salah dengan-ku.’ Jika ia telah mengambil itu, tidak akan lama sebelum ia menjadi seorang tahanan di ruang bawah tanah istana Keputusasaan Raksasa. Tetapi ia telah mengambil ketopong keselamatan dan baju zirah kebenaran dan seluruh perlengkapan senjata lainnya, dan ia menunjukkan ukurannya. Kita tidak bisa berdiri sederajat dengannya, tetapi ia menunjukkan bagi kita apa sebenarnya arti dari pembesaran rohani; ini adalah menjadi kuat dan bijaksana dalam konflik. Jadi tingkat rohani menyelesaikan dirinya sendiri menjadi masalah kekuatan rohani dan pemahaman rohani di masa konflik.


Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.