Austin-Sparks.net

Iman Pemenang

oleh T. Austin-Sparks

Bab 3 – Panggilan untuk Berdiri Teguh

“Ingatlah akan masa yang lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderita oleh karena kamu bertahan dalam perjuangan yang berat … Memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta yang lebih baik dan yang lebih menetap sifatnya. Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. “Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya. Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.” Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita” (Ibrani 10:32, 34-39; 11:1-2).

“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (Ibrani 12:1-2).

Saudara akan mengamati bahwa kata-kata ini ditujukan kepada mereka dari umat Tuhan yang berada dalam bahaya menyimpang dari jalan iman, dan panggilan kembalinya di sini adalah kepada iman, jalan iman.

Dalam bab-bab penutup ini, ada pengumpulan ciri-ciri utama dari surat itu; yaitu, kita mendapatkan hal-hal yang merupakan implikasi utama dan pokok dari surat itu, apa yang dimaksudkan oleh surat itu, apa kekuatannya; dan jika ada satu kata yang merangkum surat ini lebih sempurna dari yang lain, ini adalah kata iman itu. Saudara dapat membawanya kembali tepat kepada awal dari surat itu dan membawanya melalui tepat sampai akhir, dan menemukan bahwa itu adalah kata yang mengatur. Kata iman itu berdiri di atas segala sesuatu yang berisi surat ini; untuk saat ini, seperti yang ditunjukkan surat itu, segala sesuatu untuk kehidupan orang percaya tidak terlihat. Ada suatu hari di dalam kehidupan orang Ibrani ketika segala sesuatu terlihat, dan semua hal-hal dari kepercayaannya seperti yang terlihat disebutkan, seluruh sistem seperti yang dimanifestasikan di bumi dalam pelayanan kemah; imamat, korban, kemah, seluruh tatanannya. Itu telah berlalu, dan sekarang semuanya itu disingkirkan dari pandangan, dikumpulkan ke dalam Dia yang berada di sebelah kanan Allah, di luar pandangan orang percaya, dan oleh karena itu segala sesuatu menjadi soal iman. Tetapi karena pencobaan dan kesengsaraan mereka, dan kemalangan yang mereka hadapi, dan semua stres dan tekanan, orang-orang percaya Ibrani ini berada dalam bahaya meninggalkan kehidupan dan jalan iman itu. Tampaknya mereka sudah memulai keberangkatan itu. Jadi di sinilah panggilan yang kuat, atau pengingatan kembali, kepada iman. Mereka diingatkan tentang iman yang merasuki mereka dan yang menggerakkan mereka pada permulaan pengakuan mereka, dan bagaimana mereka menerima dengan sukacita ketika harta mereka dirampas, sebab mereka tahu bahwa mereka memiliki harta yang lebih baik, yang menetap sifatnya. Sekarang harta yang lebih baik dan menetap itu telah menjadi agak kabur, setidaknya dalam definisi dan garis besarnya yang jelas, kejelasannya, dan mereka berada dalam bahaya membuang keberanian mereka.

Ini adalah kata-kata yang sangat signifikan: “… harta yang lebih baik dan yang lebih menetap sifatnya” – “… besar upah yang menantinya”. Saudara harus menghubungkannya dengan kata-kata ini sedikit lebih jauh, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan …” Jika iman menjadi lemah, harta yang lebih baik, upah besar yang menantinya itu surut, menjadi lebih lemah di dalam hati.

Memiliki Pengharapan melalui Iman

Itu adalah melihat sekilas ke belakang sehubungan dengan surat ini; tapi lihatlah ke depan. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita.” Kemudian mulailah barisan besar penatua: Habel, Abraham, dan seterusnya. Apakah saudara menangkap saran atau indikasinya? Semua orang ini memiliki sesuatu yang mereka harapkan, sebuah tujuan pengharapan. Pengharapan itu adalah sesuatu yang lebih baik daripada apa yang ada di bumi ini. Mereka memiliki suatu tujuan pengharapan, dan mereka percaya Tuhan tentang tujuan itu, dan iman mereka menuntun mereka untuk melepaskan segala sesuatu dengan memiliki tujuan itu dalam pandangan. Mereka bertahan, mereka menderita, mereka bertekun kepada suatu tujuan pengharapan yang telah dipegang oleh iman.

Ketika saudara mengenalinya, maka saudara melihat pada orang-orang ini dan berkata, Apakah tujuan mereka itu? Apakah tujuan pengharapan mereka itu?

Habel memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar. Apakah itu yang ia kejar? Apakah itu kerinduan hati Habel, untuk berdiri sebagai yang dibenarkan di hadapan Allah? Yah, semuanya akan menunjuk kepada hal itu sebagai tujuan Habel, dan iman membawanya kepada upah besar yang menantinya: “Ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar”, melalui iman. Saya tidak akan membahas setiap orang yang disebutkan di dalam pasal ini, tetapi saudara akan melihat bahwa mereka semua memiliki suatu tujuan pengharapan, dan bahwa mereka mencapai tujuan mereka melalui iman.

Mengapa Henokh hidup bergaul dengan Allah? Ia memiliki iman sampai akhir, dan ini adalah imannya untuk memiliki upah besar yang menantinya itu yang menyebabkan dia pada harinya untuk hidup bergaul dengan Allah seperti yang ia lakukan. Ia hidup bergaul dengan Allah: ia harus hidup bergaul dengan Allah di dalam hatinya sendiri seperti yang dilakukan setiap orang. Apakah ada sedikit atau ada banyak orang lain yang hidup bergaul dengan Allah, hidup bergaul dengan Allah selalu merupakan hal yang kesepian. Salah satu tanda dari hidup bergaul dengan Allah yang nyata adalah ini, bahwa tampaknya tidak ada orang lain yang pernah pergi ke jalan itu sebelumnya, atau mengetahui apa pun tentangnya. Hidup bergaul dengan Allah yang nyata selalu merupakan hal pribadi dari iman pribadi seseorang, dan ini selalu merupakan hal yang kesepian. Ini adalah menemukan Allah untuk diri saudara sendiri, dan itu adalah pekerjaan perintis apakah ada jutaan orang yang melakukan hal yang sama atau apakah saudara sedang berjalan sendirian. Tidak ada orang lain yang dapat menemukan Allah atau hidup bergaul dengan Allah untuk saudara. Tidak ada iman orang lain yang dapat melayani saudara dalam arti yang penuh itu untuk membawa saudara datang mengetahui apa yang mereka ketahui tentang Tuhan. Kita harus hidup bergaul dengan Allah sendirian. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah. Kita harus percaya, ketika kita diberitahu itu, bahwa hidup pergaulannya dengan Allah berartikan sesuatu yang sangat nyata, sesuatu yang khusus, sesuatu yang istimewa. Itu adalah hidup bergaul yang sangat nyata dengan Allah, hidup bergaul yang sangat menyeluruh dengan Allah. Tetapi ia melakukannya dengan sebuah pengharapan, dan hidup pergaulannya yang berada dalam iman bahwa pengharapannya akan tercapai, Allah mengangkatnya. Kita harus percaya bahwa iman Henokh adalah iman yang didasarkan pada apa yang akan kita maksudkan dengan terjemahan, dengan pengangkatan, dengan tidak menjalani cara hidup yang biasa tetapi memiliki penyempurnaan yang luar biasa dari perjalanan-nya, penyempurnaan penuh kemenangan dari hidup pergaulannya bersama Allah di sini. Ia percaya itu adalah mungkin. Hatinya ditetapkan padanya, dan ia hidup bergaul dengan Allah dan menerima upah besar yang menantinya, dan iman menjadi dasar dari segala sesuatu yang diharapkan. Saya pikir kita akan pergi lebih dalam daripada itu dan mengatakan bahwa itu adalah iman yang mengandungkan kemungkinan seperti itu. Saya ragu apakah ada orang lain di bumi yang telah memikirkan ide seperti itu untuk diterjemahkan. Ia memiliki suatu tujuan dalam pandangan; itulah intinya. Itu adalah pengharapannya, dan iman menyebabkan dia untuk bertindak sesuai dengan tujuan pengharapannya, dan ia menerima upah besar yang menantinya.

Demikianlah dengan setiap yang lainnya: ada suatu tujuan. Tujuan itu adalah upah besar yang menantinya itu, tujuan pengharapan, dan sehubungan dengan itu mereka menerima, mengadopsi, mengejar jalan iman, dan oleh iman telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Mereka memperoleh kesaksian Allah.

Ketekunan dan Penyempurnaan Iman

Sekarang, setelah mengamati seluruh dasar itu, Rasul kembali berpikir dan, seperti yang saudara perhatikan, ia menggunakan kata ketekunan: “Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu” (ayat 36). “Karena kita mempunyai banyak saksi … mari kita berlomba dengan tekun …” Ketiga hal ini dipertemukan, pengharapan, iman dan ketekunan. Sangat sering iman membutuhkan penopang, dan penopang iman adalah ketekunan. “Sesudah kamu melakukan kehendak Allah” – itu adalah tindakan iman saudara; saudara telah bertindak dalam iman dalam terang apa yang telah lahir di dalam saudara sebagai tujuan Allah dalam kasus saudara. Ya, saudara mungkin berkata, aku telah melangkah keluar dalam iman, aku telah mengadopsi jalan iman, aku telah melakukan kehendak Allah dalam hal percaya kepada Allah dan bertindak dalam iman. Ya, tapi itu tidak selalu membawa kita kepada akhirnya; ada ketekunan iman. Sangat sering kita harus mendukung ketekunan itu yang telah bersabar menderita.

Orang-orang percaya ini melangkah keluar pada mulanya dalam iman, keluar dari seluruh sistem hal-hal yang terlihat, keluar ke dasar yang tidak terlihat, yang sorgawi, dan dengan berbuat demikian mereka telah sangat menderita: “baik waktu kamu dijadikan tontonan … memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita …” (Ibrani 10:33-34). Yah, mereka telah melangkah keluar dalam iman dan melakukan kehendak Allah, tetapi waktu yang lama telah terbentang di hadapan mereka setelah itu. Jadi kekuatan dari pasal 11 adalah ini, bahwa orang-orang ini tidak hanya menerima jalan iman, mereka tidak hanya menaati Allah dalam hal iman, tetapi mereka bertekun dengan pengharapan mereka di sepanjang hidup mereka. Banyak dari mereka tidak pernah dalam hidup mereka mencapai akhir-yang-diharapkan itu maupun memperoleh upah besar yang menantinya itu. Yang mereka miliki hanyalah kesaksian yang diberikan kepada mereka, dan ketekunan, oleh karena itu, adalah kebutuhan yang konstan untuk berjalan seiringan dengan iman. Inilah iman umat pilihan Allah.

Kami sedang berpikir pada saat ini tentang iman pemenang, dan ketika saudara membuka kitab Wahyu, yang merupakan ringkasan dari semuanya, saudara tahu betapa besar tempat yang dimiliki ketekunan Kristus bagi pemenang: “… menuruti firman-Ku, untuk tekun …” (3:10): “… ketekunan Yesus Kristus” (1:9). Sekarang bawa itu kembali kepada awalnya: “Berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.” Iman dan ketekunan diteladani oleh Tuhan Yesus sebagai, harus kita katakan, kebajikan dan faktor kembaran dalam kemenangan. “Yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk …” (Ibrani 12:2); menang oleh iman dan ketekunan.

Melatih Jiwa

Sekarang satu kata lagi dalam meditasi ini: “… orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup (keselamatan jiwa)” (10:39). Itu bukanlah tujuan pengharapan, itu bukanlah upah besar yang menantinya, tetapi itu diletakkan di sana untuk menunjukkan di mana kesulitan kita berada. Jiwa kita sendirilah yang menjadi kesulitan dalam jalan iman dan ketekunan itu. Jika saudara memiliki jiwa yang yakin dan percaya dan memiliki iman dengan cukup mudah, dan saudara tidak dalam sifat manusia saudara sendiri memiliki masalah dalam soal iman, maka Alkitab tidak pernah dituliskan untuk saudara. Jika hal yang sama berlaku untuk ketekunan dan saudara adalah salah satu dari mereka yang tidak pernah merasa sulit untuk bertekun, saudara memiliki segala ketekunan yang pernah diminta dari saudara, maka, saudara adalah orang yang aneh. Saudara lihat apa yang saya maksud. Di sini disebutkan tentang iman untuk keselamatan jiwa. Saudara harus membawa jiwa itu ke sisi saudara. Kata yang lebih baik lagi adalah memenangkan jiwa. Itu sekali lagi bukanlah terjemahan yang sempurna; memperoleh bukanlah kata yang sempurna, dan tentu saja menyelamatkan bukanlah kata yang terbaik. Ini adalah bahwa jiwa kita ini harus disejajarkan, dimiliki dan diselaraskan, sehingga jiwa kita dibuat untuk melayani kita di dalam tujuan Ilahi ini, bahwa seluruh keberadaan kita ada di sana. Itu adalah masalah kemajuan. Itu tidak dilakukan sekaligus, tetapi itu adalah sebuah jalan dalam hidup kita di mana semua kehidupan manusia yang ragu-ragu, tidak percaya, bertanya-tanya, alami, dibawa ke dalam jalan iman.

Sekarang ini adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk disadari. Apa yang Tuhan sedang lakukan dengan kita? Saya tidak percaya bahwa Tuhan akan memotong kita ke dalam kompartemen kedap air dan menempatkan roh kita di satu kompartemen dan mengambil roh kita tanpa sisanya dari diri kita; dan Ia pastinya tidak akan mengisolasi jiwa kita dan menyingkirkannya. Jangan mendapatkan ide itu dengan semua yang saudara dengar tentang kesulitan jiwa, dan kejiwaan. Jangan mendapatkan gagasan bahwa Tuhan telah memotong jiwa dan menurunkannya ke suatu tempat di mana jiwa itu sama sekali tidak dihiraukan. Ia sedang berurusan dengan roh kita agar melalui roh kita, akan ada perolehan jiwa, penguasaan jiwa, memenangkan jiwa. Itulah hakikat dari pendidikan rohani itu sendiri.

Saudara dapat menghadapi ujian apa pun dalam hal ini kapan saja. Di satu sisi ada panggilan dan kebutuhan untuk iman kepada Allah, kepercayaan kepada Tuhan, dan mungkin tindakan iman dalam mengambil beberapa langkah. Sekarang jiwa saudara bangkit: saudara tahu dalam roh saudara apa yang sejati, apa yang benar, apa pikiran Tuhan itu, tetapi di sini saudara memiliki musuh dalam jiwa saudara sendiri yang bangkit dan mulai mempertanyakan, meragukan, mundur. Apa yang akan Tuhan lakukan? Ia tidak akan memusnahkan jiwa saudara, menyingkirkan jiwa saudara: dan jangan saudara mencoba menyingkirkan jiwa saudara dari tindakan. Apa posisi seseorang yang telah berpengalaman, yang telah berjalan bersama Tuhan untuk waktu yang lama, yang mengetahui sedikit tentang jalan iman ini? Posisinya hanyalah ini: Ya, aku tahu segalanya tentang keraguan dan ketakutan itu, pertanyaan-pertanyaan itu, pusaran kebingungan itu, konflik kekuatan yang muncul di hadapan kehendak Allah yang diketahui, dan aku telah berkali-kali menderita; menderita karena aku tidak taat, menderita karena aku tidak percaya kepada Tuhan: aku memiliki waktu yang buruk di dalam hati sebab aku membiarkan jiwa-ku sendiri untuk mendapatkan kuasa atas diriku dan kata yang lebih kuat dan menyebabkan keragu-raguan, berdiri diam. Aku tahu bahwa ini tidak boleh untuk membiarkan hal semacam itu. Tetapi apa yang harus aku lakukan sekarang adalah bahwa ketika hal itu muncul – keraguan itu atau kecenderungan alami-ku untuk ragu, atau untuk takut, atau untuk bertanya, atau untuk bertengkar, atau untuk bimbang – aku harus mengatakan kepada jiwa-ku sendiri, Tidak, aku akan berjalan terus bersama Allah dan kamu harus ikut denganku!

Saya telah mengatakannya dengan agak kasar, tetapi saya yakin saudara akan mengerti apa yang saya maksud. Itu adalah posisi yang kita datangi setelah beberapa waktu berjalan bersama Allah. Kita datang ke tempat di mana kita mulai sedikit mengetahui tentang jiwa kita sendiri. Ya, itu membuat saya bermasalah sebelumnya, kecenderungan alami saya itu untuk memperdebatkan masalah ini, untuk mendiskusinya panjang lebar, untuk berjalan mengelilinginya sambil mengajukan pertanyaan; yang tidak mengarah ke mana pun. Pikiran Allah tentang masalah ini adalah ini dan meskipun ada segala macam argumen yang menentangnya, mengingat saya tahu bahwa itu adalah pikiran Allah, yah, argumennya untuk saat ini harus pergi, dan saya harus melanjutkan bersama Allah. Itulah satu-satunya cara melaluinya. Jadi, sedikit demi sedikit – oh, sangat lambat! – kita memperoleh jiwa kita, kita membawa jiwa kita melalui, dan kita semakin mendekati posisi yang bertentangan dengan gagasan tentang jiwa yang dikesampingkan: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” Itu adalah menempatkan jiwa di tempat yang benar dengan Allah; tidak mengesampingkannya melainkan membawanya masuk. Tetapi kita lambat mendatangi tempat di mana jiwa pergi bersama Allah: “… iman untuk memperoleh jiwa.”

Saudara dapat melihat bagaimana ini semuanya adalah dari satu bagian ketika saudara sampai pada pasal 12. “Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa” (ayat 3). Di sini di tangan Bapa, roh sedang dibimbing, dilatih, dan salah satu tujuan dari latihan rohani itu adalah perolehan jiwa ini. Orang yang benar-benar rohani bukanlah seorang yang jiwanya berkuasa, tetapi seorang yang, memiliki jiwa, benar-benar memiliki jiwa, menguasai jiwanya itu. Itu adalah orang yang rohani. Itulah yang Allah kejar. Kita harus ingat bahwa jiwa memiliki ciri khas kemanusiaan kita, dan Allah tidak akan menjadikan kita selain daripada manusia kapan pun di dalam hidup ini atau sesudahnya. Kemanusiaan bukanlah hal yang jahat: ini adalah hal yang Ilahi. Ini adalah konsepsi Allah yang khas dan unik. Malaikat lebih rendah daripada manusia seperti yang Allah maksudkan manusia untuk menjadi: “Sebab bukan kepada malaikat-malaikat telah Ia taklukkan dunia yang akan datang, yang kita bicarakan ini. Ada orang yang pernah memberi kesaksian di dalam suatu nas, katanya: “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya … segala sesuatu telah Engkau taklukkan di bawah kaki-Nya” (Ibrani 2:5-8). Manusia adalah konsepsi yang sangat mulia dari Allah, bukan sebagaimana adanya manusia itu tetapi sebagaimana ia akan menjadi dan sebagaimana adanya Kristus, “Manusia Kristus Yesus.” Ini adalah kemanusiaan yang dimuliakan yang diinginkan Allah, dan ciri khas kemanusiaan adalah jiwa dalam posisi yang benar dan hubungan yang benar. Manusia terdiri dari roh, jiwa, dan tubuh, tetapi jiwa adalah tempat kedudukan kecerdasan moral, sehingga jiwa harus dimenangkan. Itu hanya bisa terjadi sebagaimana roh berada dalam posisi yang benar dan persatuan yang benar dengan Allah.

Karakter Tetap dari Hukum Rohani

Kami akan menutup dengan satu pernyataan umum lagi yang muncul dari apa yang ada di sini di bagian surat kepada orang Ibrani ini. Ini adalah bahwa hukum rohani tidak pernah berubah. Tujuan Allah sama, dan hukum yang dengannya Allah mencapai tujuan-Nya tidak pernah berubah. Jadi di sini semua orang dari dispensasi lama ini, saksi-saksi ini, di bawa ke hadapan kita, dan kita diberikan untuk melihat bahwa mereka bergerak berdasarkan hukum rohani, hidup mereka diatur oleh hukum rohani. Kita melihat efek tujuh kali lipat dari iman di dalam Abraham. Itulah yang ada dalam pikiran kita, dan kita akan melihat lebih banyak lagi tentang ketujuh hukum iman itu.

Hukum-hukum itu bukanlah hukum untuk Abraham saja, atau untuk satu dispensasi. Cara Abraham harus bergerak, tentu saja, dalam kaitannya dengan hukum-hukum itu mungkin khas bagi kehidupan Abraham dan pada zaman Abraham. Kita tidak semuanya hidup di Ur-Kasdim, dan seterusnya. Itu hanyalah pewarnaan dan pengaturan lokal, tetapi hukum rohaninya sama persis, dan semua poin ini dibawa ke depan hingga saat ini dan disajikan kepada kita di dalam makna rohaninya, dan ini seolah-olah Tuhan menunjukkan hukum yang sama untuk saudara seperti untuk Abraham, prinsip yang sama untuk saudara seperti untuk Habel; tidak ada perubahan. Akhirnya sama, dan jalan ke akhirnya sama. Agar dapat mencapai tujuan itu, Jemaat oleh karena itu dituntun untuk berdiri di atas hukum-hukum rohani yang sama itu sendiri.

Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, “marilah kita menanggalkan semua beban … marilah kita berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita”; sebab dasar kehidupan mereka dan kita adalah satu, dan itu semuanya disimpulkan dalam satu kata, iman. Tidak seorang pun dari Habel dan seterusnya yang pernah melalui kecuali dengan iman. Kita tidak akan melewatinya dengan cara lain. Kita sebaiknya menyelesaikan itu. Jika saya bisa memperkuat itu di dalam hati saudara dengan kata tambahan, saya pikir ini akan menjadi ini, bahwa semakin rohani kita menjadi (dan itu hanyalah cara lain untuk mengatakan, semakin segera kita berhubungan dengan Allah, dan dengan cara-cara Allah dan tujuan-tujuan Allah) semakin sengit dan semakin nyata pertempuran iman itu. Itu mungkin tampak aneh: kita mungkin akan berpikir itu akan bekerja sebaliknya; tetapi tidak demikian, dan tidak pernah demikian. Faktanya adalah bahwa semakin saudara keluar dari apa yang nyata, terlihat, apa yang dapat ditangkap oleh indera alami, semakin saudara bersentuhan dengan kekuatan telanjang itu yang memiliki sebagai objek tertinggi mereka penghancuran iman umat Allah. “Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Lukas 18:8). Nah, musuh berkonsentrasi pada iman. “Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur” (Lukas 22:31). Saudara lihat apa yang menjadi tujuan Iblis – “imanmu”. Di situlah terletak bahaya Petrus pada saat ia ditampi. Ini adalah suatu penghiburan untuk mengenali poin itu. Pada saat itulah ia diliputi oleh kesadaran akan kegagalannya sendiri. Ia telah menyangkal Tuhannya; itu telah datang ke dalam hatinya, dan ia menjadi pecah, hancur. Ia berkata, aku telah menyangkal Tuhanku! Dan ketika saudara sampai di mana pun ke dalam alam kesadaran akan kegagalan dan kehancuran saudara sendiri, dan Tuhan yang kecewa, oh, Iblis masuk ke sana. Ia bergegas masuk dan berkata, Apa baiknya kamu mencoba? Apa gunanya kamu mengharapkan, berharap? Kamu sebaiknya menyerahkan segalanya! Terpujilah Allah, pada saat bahaya bagi iman itu, kita memiliki kata-kata penghiburan itu “Aku telah berdoa untuk engkau …” Iman kita bukanlah masalah kekuatan kita sendiri untuk mempertahankannya; ini adalah masalah doa-Nya.

Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.